BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Dewasa
ini peningkatan jumlah tenaga kerja wanita di berbagai bidang pekerjaan memang mengalami
kenaikan yang sangat
signifikan. Namun ironisnya, keadaan ini sering kali bertolak belakang dengan
kesejahteraan dan perlindungan yang mereka dapatkan. Data terbaru, Bank Dunia menyebutkan
bahwa 4 dari 10 pekerja global saat ini adalah perempuan, namun secara
rata-rata setiap satu dolar yang dihasilkan laki-laki, perempuan hanya
menghasilkan 80 sen. Fenomena ini terlihat sangat jelas pada tenaga kerja
wanita (TKW). Sekitar 4,2 juta perempuan Indonesia atau sekitar 70 persen dari total
6 juta tenaga kerja Indonesia (TKI) bekerja sebagai TKW. Keadaan ekonomi yang
sulit, lapangan kerja yang sempit dan tidak adanya akses terhadap permodalan,
membuat banyak perempuan Indonesia terpaksa menjadi TKW. Ironisnya, hanya
segelintir dari mereka yang memiliki bekal pendidikan dan keterampilan memadai.
Sementara itu, sejumlah besar lainnya tak punya banyak pilihan selain bekerja di
sektor informal sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Faktor Pemicu Dari tahun ke tahun, jumlah TKW meningkat
signifikan. Jika pada tahun 1996 terdapat 44 persen migran laki-laki dan 56
persen migran perempuan dari setiap 100 persen tenaga kerja migran yang meninggalkan
Indonesia, pada 2007 jumlah pekerja migran perempuan meningkat menjadi 78
persen, sementara pekerja laki-laki justru menurun menjadi 22 persen (IOM
2010). Selain karena kemiskinan sebagai akar masalah utama, terdapat sejumlah
faktor lain yang turut memicu meningkatnya jumlah TKW. Pertama, akses
pendidikan rendah. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyebutkan,
hingga 2010 jumlah perempuan Indonesia yang belum melek huruf mencapai 5 juta
lebih. Sementara itu, data BPS 2009 menunjukkan bahwa sebanyak 75,69 persen
perempuan usia 15 tahun ke atas hanya berpendidikan tamat SMP ke bawah, di mana
mayoritas perempuan hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SD, yakni
sebanyak 30,70%. Semakin tinggi tingkat pendidikan, persentase partisipasi
pendidikan perempuan semakin rendah, yaitu SMA (18,59 persen), Diploma (2,74
persen), dan Universitas (3,02 persen). Angka
partisipasi sekolah perempuan memang sudah meningkat dibandingkan persentase
angka partisipasi sekolah pria, tetapi itu hanya pada tingkat pendidikan
rendah. Kedua, daya saing rendah. Rendahnya pendidikan dan timpangnya kualitas
pendidikan perempuan pada pendidikan tinggi dibandingkan laki-laki menyebabkan
daya saing perempuan di dunia kerja juga rendah. Rata-rata proporsi laki-laki
dan perempuan secara nasional sekitar 1:1. Namun, jumlah angkatan kerja
laki-laki kurang lebih 1,5 kali lebih banyak dibandingkan perempuan, di mana
pekerja perempuan hanya mengisi sekitar 38,23 persen dari total pekerja di
Indonesia. Artinya, masih banyak perempuan yang belum dapat menembus dunia
kerja karena lebih sedikit perempuan yang mengenyam pendidikan formal. Hal ini
secara langsung memengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh perempuan.
Terdapat 12,44 persen pekerja perempuan yang berpenghasilan bersih Rp 200,000
ke bawah per bulan dibandingkan dengan pekerja laki-laki yang hanya 4,39
persen. Sementara itu, mayoritas laki-laki memiliki pendapatan di atas Rp
600.000 sekitar 69,29 persen, tetap lebih besar dibandingkan wanita (50,27
persen). Data ini menunjukkan bahwa laki laki lebih dihargai dengan adanya perbedaan
kisaran upah yang ada. Ketiga, permintaan pasar internasional. Salah satu
permintaan pasar internasional terbesar saat ini adalah sektor pekerja rumah
tangga (PRT). Sementara PRT asal Indonesia merupakan salah satu favorit di
banyak negara. Fakta ini membuat Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI)
lebih suka memberangkatkan pekerja migran perempuan daripada laki-laki.
Besarnya permintaan pasar internasional yang dibarengi dengan ketersedian
pekerja di dalam negeri yang juga besar membuka sejumlah celah kejahatan yang
sangat merugikan TKW. Salah satunya human trafficking atau perdagangan manusia.
Keempat, persepsi sosial masyarakat. Ketiga faktor sebelumnya pada akhirnya
memengaruhi persepsi masyarakat tentang tenaga kerja Indonesia (TKI). Bekerja
di luar negeri kemudian identik dengan TKW, dan secara lebih spesifik identik
dengan PRT. Akibatnya, perempuan sering dikondisikan dan diprioritaskan untuk
menjadi tulang punggung perekonomian keluarga dengan bekerja ke luar negeri
sebagai PRT. Seiring dengan pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri
ini, bermunculan sejumlah daerah pengirim TKW seperti Subang (Jawa
Barat), Wonosobo (Jawa Tengah), dan Blitar (Jawa Timur). Dalam tataran global,
Indonesia kemudian juga dikenal sebagai pengirim PRT yang utama. Pentingnya
Pendidikan, Keadaan ekonomi yang sulit, lapangan kerja yang sempit dan tidak
adanya akses terhadap permodalan, memaksa banyak perempuan Indonesia mengadu
nasib sebagai TKW. Salah satu upaya paling efektif untuk memutus mata rantai
keadaan ini bisa dimulai dengan memberi akses pendidikan yang seluas-luasnya
bagi perempuan Indonesia.
Pendidikan di sini termasuk pembekalan keterampilan dan keahlian yang memungkinkan
mereka mengembangkan segenap potensi yang dimiliki. Langkah selanjutnya adalah
memberi akses modal lebih besar bagi perempuan agar mereka lebih berdaya dalam
mengentaskan diri dan keluarganya dari kemiskinan tanpa harus bekerja ke luar
negeri. Jika pada akhirnya keadaan tetap
memaksa mereka bekerja sebagai TKW, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah
memberikan perlindungan lebih optimal bagi TKI/TKW dan keluarganya sejalan
dengan tujuan ratifikasi Konvensi Buruh Migran Tahun 1990 tentang Perlindungan
Pekerja Migran dan Keluar-ganya yang baru diputuskan DPR 12 April lalu.
Kesehatan ibu merupakan indikator
derajat kesehatan keluarga. Untuk menekan jumlah angka kematian ibu, pemerintah
kini tengah berupaya meningkatkan kesehatan para ibu. Termasuk mendorong para
pengusaha menyediakan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil serta
penyediaan tempat menyusui bagi ibu setelah cuti melahirkan berakhir. Hal ini sesuai dengan Undang undang Nomor 36
tahun 2009 tentang kesehatan yang mengamanatkan pelaksanaan kesehatan reproduksi.
Ruang lingkupnya mencakup perlindungan terhadap wanita sebelum hamil, saat melahirkan
dan sesudah melahirkan, pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, kesehatan
seksual serta kesehatan sistem reproduksi. Tak hanya itu, Undang-undang tersebut
juga mengamanatkan tentang kesehatan kerja yang didalamnya menyebutkan kewajiban
pengusaha memberikan jaminan kesehatan dan menanggung seluruh biaya pemeliharaan
kesehatan bagi pekerja termasuk kesehatan ibu. “Pada kesempatan ini saya
mengimbau agar para pengusaha dapat segera memenuhi kewajiban tersebut sesuai
amanat undang-undang,” kata almarhum Menteri Kesehatan, Endang Rahayu
Sedyaningsih pada "Seminar Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja Dalam
Mendukung Pencapaian Tujuan MDG's 2015" di Bidakara, Jakarta, Selasa 1
Maret 2011 silam. Jumlah pekerja wanita di Indonesia saat ini sekitar 39,95 juta
jiwa, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Dari jumlah ini,
sekitar 25 juta diantaranya usia reproduksi (15-45 tahun). Almarhum Menkes
mengatakan, kelompok usia ini perlu mendapat perhatian khusus dari jajaran
lintas sektor pemerintah dan kalangan dunia usaha. Sebab, kaum wanita sesuai
kodratnya memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi disamping pelayanan
kesehatan umum. Ia juga berharap, dalam implementasi kesehatan reproduksi di
tempat kerja, para pengusaha dapat melaksanakan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Menyediakan
jaminan kesehatan bagi seluruh pekerja dengan manfaat menyeluruh termasuk pelayanan
kesehatan reproduksi baik yang diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan
perusahaan maupun bermitra dengan pihak ketiga.
2. Memberikan
kemudahan kepada pekerja wanita dengan memberikan waktu untuk mendatangi fasilitas
pelayanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi yang menjadi mitra perusahaan
sesuai dengan kebutuhan pekerja dan memenuhi hak-hak pekerja wanita antara cuti
bersalin. “Termasuk juga memberikan waktu bagi wanita hamil dan menyusui untuk
istirahat lebih awal dan pulang lebih dulu agar bisa mendapatkan transportasi yang
mudah dijangkau saat pulang serta mendapatkan tempat duduk serta terhindar dari
macet,” terang menkes.
3. Menyediakan
tempat untuk menyusui bayinya berupa ruang ASI di tempat kerja, sehingga hak
bayi untuk mendapatkan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dapat diwujudkan. “Bisa
juga dengan menyediakan tempat memerah ASI termasuk fasilitas penyimpanannya di
kantor,” katanya, Saat ini menurut Menkes, baru ada 20 perusahaan besar dari
200 ribuan perusahaan di Indonesia yang menyediakan fasilitas memadai untuk
para pekerja wanita termasuk pojok ASI.
Untuk itu, Kementrian Kesehatan
bekerjasama dengan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sedang gencar melakukan upaya
terobosan pelaksanaan kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan ibu di tempat
kerja. “Ini juga sebagai salah satu upaya dari kita untuk menekan angka
kematian ibu. Saya menganjurkan agar setiap pengusaha ikut bermitra dengan
Jamsostek, dan saya akan upayakan agar paket benefit dari pelayanan kesehatannya
sama dengan askes dan juga jamkesmas, dan tentunya penyediaan layanan tersebut
juga diupayakan dapat meningkatkan jaminan kesehatan kerja bagi wanita.
BAB II
PEMBAHASAN
Permasalahan Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja.
Menurut ILO (International
Labour Organization) berikut ini merupakan beberapa gangguan kesehatan wanita
yang sering ditemui di tempat kerja seperti kanker 34%, kecelakaan 25%, penyakit
saluran pernapasan 21%, penyakit kardiovasculer 15%, dan lain-lain 5%. Dan berikut
ini merupakan gangguan reproduksi yang dapat ditimbulkan akibat kegiatan kerja
:
- Abortus.
Jenis pekerjaan berat seperti mengangkat beban, mengoperasikan mesin
besar, kerja berat, serta paparan cytotoxic drug (pencampuran obat kanker).
- Premature.
Jenis pekerjaan yang memiliki paparan ionizing radiation secara terus
menerus dapat menyebabkan prematuritas pada kelahiran bayi.
- Lahir cacat.
Paparan menthyl mercuri, ionizing radiation juga merupakan salah satu
penyebab utama kemungkinan lahir cacat pada bayi.
- Kemandulan(infertilitas).
Kemungkinan akan terjadinya kemandulan akan lebih besar pada wanita yang
bekerja dengan terpapar bahan-bahan yang mengandung timah hitam, cadmium,
chlodecone, dibromochlopropane.
Dan berikut ini merupakan kebiasaan
yang mendukung terjadinya permasalah reproduksi wanita dalam kerja :
- Jarang ganti celana dalam karena
sibuk dalam pekerjaannya.
- Seringnya menghirup unsur
polutan udara (terutama timbale yang dapat menurunkan fertilitas) serta
bahan-bahan berbahaya lainnya.
Tiga langkah mudah untuk mengatasi
permasalahan yang ada pada wanita karier dan sebagai ibu rumah tangga :
- Menjaga kebersihan badan
(personal hygine)
- Menghindari pakaian yang ketat
(supaya tidak menimbulkan kelembaban pada daerah vagina)
- Selalu berhati-hati dalam
menjaga keselamatan diri (di kendaraan, di tempat kerja, dan di lingkungan
sekitar)
Alur keterpaparan zat-zat berbahaya
untuk dapat memasuki tubuh kita :
- Melalui hirupan nafas
(inhalation)
- Kontak dengan kulit
(absorbsion) atau
- Tertelan sehingga zat-zat
tersebut masuk dengan mudah di tubuh kita terutama pada orang
merokok
Factor-faktor yang dapat berdampak
buruk bagi kesehatan reproduksi :
- Factor sosial-ekonomi dan
demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan
ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, dan
lokasi tempat tinggal yang terpencil)
- Factor budaya dan lingkungan
(misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan
reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki)
- Factor psikologis (dampak pada
keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan
hormonal)
- Factor biologis (cacat sejak
lahir, cacat pada saluran reproduksi)
Bahaya
yang mungkin terjadi bagi system reproduksi di tempat kerja :
- Bahaya
kimia, seperti pelarut organik (benzena), debu dan asap logam (timbal, air
raksa, mangan, dan kadmium), dan beberapa jenis pestisida yang
mengkontaminasi tubuh secara terus menerus.
- Bahaya
fisik, seperti panas yang berlebih, kebisingan, stress, radiasi,
mengangkat barang-barang berat, dan berdiri sepanjang hari juga menjadi
beberapa penyebab yang sering ditemukan terjadi pada pekerja wanita.
Pengaruh
pada kesehatan reproduksi akibat bahaya yang timbul dalam kegiatan kerja.
Akibat
dari bahaya ini bergantung dari banyak hal, termasuk berapa lama kondisi
berbahaya anda hadapi, berapa banyak bahaya yang dihadapi, dan bagaimana cara
anda terkena bahaya tersebut. Daftar dari bahaya terhadap sistem reproduksi
terdapat pada referensi. Bahaya yang ada dapat mempengaruhi semua tahap
reproduksi.
Beberapa
bahaya tempat kerja dapat menghalangi terjadinya pembuahan dengan cara :
- Mempengaruhi minat seks, pada
pria dan wanita.
Bekerja dengan beberapa jenis kimia atau pada kondisi stress
dapat mempengaruhi hormon dan sistem syaraf, atau menyebabkan kanker pada organ
reproduksi yang dapat menyebabkan impotensi, atau hilangnya minat untuk
berhubungan seks. Beberapa bahaya, seperti shift kerja yang berputar atau
pelarut organik dapat menyebabkan masalah menstruasi, yang dapat menghalangi
proses pembuahan.
- Kerusakan pada sel telur atau
sperma.
Pekerja pria dan wanita dapat menjadi mandul atau berkurang
kesuburannya karena radiasi atau pengaruh beberapa jenis zat kimia. Kerusakan
pada sperma dapat menyebabkannya abnormal. Juga dapat mengurangi jumlah sperma
yang diproduksi tubuh ke tingkat dibawah jumlah minimum yang dibutuhkan untuk
memungkinkan pembuahan.
- Perubahan
pada kode genetik pada sel telur dan sperma, atau yang disebut mutasi. Mutasi pada materi genetik
yang diwariskan ke generasi selanjutnya. Materi genetik menentukan
karateristik yang dibawa dari orang tua. Tergantung dari jenis kerusakan
yang timbul, mutasi genetik dapat menyebabkan cacat ketika lahir, kematian
bayi pada kelahiran, atau keguguran. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan
perubahan pada materi genetik disebut mutagen.
- Kanker dan penyakit lain.
Beberapa bahan mutagen juga diketahui dapat menyebabkan
kanker pada manusia. Bahan yang menyebabkan kanker ini disebut karsinogen.
Organ reproduksi, seperti ovarium, payudara, vagina dan rahim pada wanita, dan
penis dan zakar pada pria dapat menjadi sakit atau berfungsi abnormal karena
terkena bahan-bahan berbahaya.
Bahaya Selama Kehamilan.
Setelah seorang wanita menjadi hamil, beberapa bahan
berbahaya dapat tembus melalui sang ibu dan mempengaruhi janin. Janin biasanya
mempunyai resiko tinggi selama 14 hingga 60 hari pertama dari kehamilan, karena
saat itu organ-organ utama sang bayi sedang terbentuk. Namun, tergantung dari
jenis bahaya yang dihadapi, janin dapat terpengaruh kapan saja selama
kehamilan. Bahan yang dapat mempengaruhi perkembangan normal dari janin disebut
teratogen.
Beberapa macam zat kimia, penyakit, dan jenis bahaya lainnya
yang diketahui dapat menyebabkan cacat pada kelahiran. Cacat ini termasuk
berbagai macam ketidaknormalan fisik, seperti berubahnya bentuk tulang atau
organ, dan cacat mental.
Pada beberapa kasus, faktor penyebab stress, seperti
pekerjaan yang berulang-ulang, kurangnya waktu istirahat, dan tuntutan kerja yang
tidak berkurang bagi pekerja yang hamil, dapat menyebabkan kelahiran prematur.
Bahaya Setelah kelahiran
Pekerjaan yang beresiko juga dapat membahayakan bayi setelah
kelahirannya. Susu ibu dapat terpengaruh oleh beberapa macam zat kimia dan
terkontaminasi. Bayi dapat terkena zat kimia berbahaya melalui baju, rambut
atau kulit orang tuanya.
Bagaimana Bahaya Terhadap Sistem
Reproduksi Mempengaruhi Kemampuan untuk Memperoleh Keturunan yang Normal dan
Sehat Sebelum
Pembuahan.
Bahaya terhadap sistem reproduksi dapat menyebabkan
impotensi dan hilangnya minat sex.
Pada wanita :
- Ganguan menstruasi.
- Kerusakan pada rahim.
- Keguguran.
Pada pria dan wanita :
- Impotensi atau hilangnya minat
sex.
- Menurunnya kemampuan untuk
memproduksi sel telur dan sperma yang sehat.
- Kerusakan genetik pada sel
telur dan sperma yang diwariskan kepada sang anak sehingga menyebabkan
bayi lahir dengan cacat.
- Pengaruh pada kemampuan sperma
untuk membuahi sel telur.
Selama Kehamilan.
Beberapa jenis virus, bahan kimia dan obat dapat diteruskan
ke plasenta dan merusak janin. Mengangkat barang-barang berat dapat menyebabkan
keguguran. Masalah yang dapat terjadi diantaranya :
- Keguguran.
- Kanker atau penyakit lain pada
anak.
- Cacat ketika lahir.
- Bayi lahir dengan berat yang
rendah.
Setelah Kehamilan.
Bayi yang sedang menyusui dapat terpengaruh oleh susu yang
terkontaminasi. Bayi dapat terpengrauh oleh bahan kimia yang dibawa pulang oleh
orang tuanya melalui pakaian kerja, baju, atau kulit. Masalah yang dapat
terjadi diantaranya :
- Penyakit karena pengaruh bahan
kimia.
- Masalah dengan perkembangan
anak.
Upaya pencegahan atau pengendalian
- Pekerja agar mengetahui nama
dan bahaya-bahaya bahan kimia yang ada dan dipakai di tempat kerja.
- Jika anda hamil : Pikirkan
tugas-tugas yang anda lakukan yang mungkin beresiko, khususnya pada tiga
bulan terakhir dari kehamilan anda. Cari jalan untuk menghindari :
o
Kerja
fisik yang menegangkan.
o
Pekerjaan
yang beresiko jatuh.
o
Mengangkat
barang berat.
o
Kebisingan
yang tinggi.
o
Waktu
kerja yang panjang.
o
Berdiri
atau duduk terlalu lama.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Menurut ILO
(International Labour Organization) berikut ini merupakan beberapa gangguan
kesehatan wanita yang sering ditemui di tempat kerja seperti kanker 34%,
kecelakaan 25%, penyakit saluran pernapasan 21%, penyakit kardiovasculer 15%,
dan lain-lain 5%. Dan
berikut ini merupakan kebiasaan yang mendukung terjadinya permasalah reproduksi
wanita dalam kerja :
- Jarang ganti celana dalam karena
sibuk dalam pekerjaannya.
- Seringnya
menghirup unsur polutan udara (terutama timbale yang dapat menurunkan
fertilitas) serta bahan-bahan berbahaya lainnya.
b.
Saran.
Penyusun menyarankan kepada seluruh
wanita agar selalu peduli dan tanggap terhadap kesehatan di lingkungan kerja,
serta menambah pengetahuannya mengenai kesehatan reproduksi khususnya mengenai apa
yang menjadi bahaya di lingkungan kerjanya, dan cara mengatasi bahaya yang
dihadapi, agar seluruh wanita dapat memiliki derajat kesehatan yang lebih
optimal.