Senin, 07 Januari 2013

Epidemiologi Kerja



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dewasa ini peningkatan jumlah tenaga kerja wanita di berbagai bidang pekerjaan memang mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Namun ironisnya, keadaan ini sering kali bertolak belakang dengan kesejahteraan dan perlindungan yang mereka dapatkan. Data terbaru, Bank Dunia menyebutkan bahwa 4 dari 10 pekerja global saat ini adalah perempuan, namun secara rata-rata setiap satu dolar yang dihasilkan laki-laki, perempuan hanya menghasilkan 80 sen. Fenomena ini terlihat sangat jelas pada tenaga kerja wanita (TKW). Sekitar 4,2 juta perempuan Indonesia atau sekitar 70 persen dari total 6 juta tenaga kerja Indonesia (TKI) bekerja sebagai TKW. Keadaan ekonomi yang sulit, lapangan kerja yang sempit dan tidak adanya akses terhadap permodalan, membuat banyak perempuan Indonesia terpaksa menjadi TKW. Ironisnya, hanya segelintir dari mereka yang memiliki bekal pendidikan dan keterampilan memadai. Sementara itu, sejumlah besar lainnya tak punya banyak pilihan selain bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Faktor Pemicu  Dari tahun ke tahun, jumlah TKW meningkat signifikan. Jika pada tahun 1996 terdapat 44 persen migran laki-laki dan 56 persen migran perempuan dari setiap 100 persen tenaga kerja migran yang meninggalkan Indonesia, pada 2007 jumlah pekerja migran perempuan meningkat menjadi 78 persen, sementara pekerja laki-laki justru menurun menjadi 22 persen (IOM 2010). Selain karena kemiskinan sebagai akar masalah utama, terdapat sejumlah faktor lain yang turut memicu meningkatnya jumlah TKW. Pertama, akses pendidikan rendah. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyebutkan, hingga 2010 jumlah perempuan Indonesia yang belum melek huruf mencapai 5 juta lebih. Sementara itu, data BPS 2009 menunjukkan bahwa sebanyak 75,69 persen perempuan usia 15 tahun ke atas hanya berpendidikan tamat SMP ke bawah, di mana mayoritas perempuan hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SD, yakni sebanyak 30,70%. Semakin tinggi tingkat pendidikan, persentase partisipasi pendidikan perempuan semakin rendah, yaitu SMA (18,59 persen), Diploma (2,74 persen), dan Universitas (3,02 persen).  Angka partisipasi sekolah perempuan memang sudah meningkat dibandingkan persentase angka partisipasi sekolah pria, tetapi itu hanya pada tingkat pendidikan rendah. Kedua, daya saing rendah. Rendahnya pendidikan dan timpangnya kualitas pendidikan perempuan pada pendidikan tinggi dibandingkan laki-laki menyebabkan daya saing perempuan di dunia kerja juga rendah. Rata-rata proporsi laki-laki dan perempuan secara nasional sekitar 1:1. Namun, jumlah angkatan kerja laki-laki kurang lebih 1,5 kali lebih banyak dibandingkan perempuan, di mana pekerja perempuan hanya mengisi sekitar 38,23 persen dari total pekerja di Indonesia. Artinya, masih banyak perempuan yang belum dapat menembus dunia kerja karena lebih sedikit perempuan yang mengenyam pendidikan formal. Hal ini secara langsung memengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh perempuan. Terdapat 12,44 persen pekerja perempuan yang berpenghasilan bersih Rp 200,000 ke bawah per bulan dibandingkan dengan pekerja laki-laki yang hanya 4,39 persen. Sementara itu, mayoritas laki-laki memiliki pendapatan di atas Rp 600.000 sekitar 69,29 persen, tetap lebih besar dibandingkan wanita (50,27 persen). Data ini menunjukkan bahwa laki laki lebih dihargai dengan adanya perbedaan kisaran upah yang ada. Ketiga, permintaan pasar internasional. Salah satu permintaan pasar internasional terbesar saat ini adalah sektor pekerja rumah tangga (PRT). Sementara PRT asal Indonesia merupakan salah satu favorit di banyak negara. Fakta ini membuat Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) lebih suka memberangkatkan pekerja migran perempuan daripada laki-laki. Besarnya permintaan pasar internasional yang dibarengi dengan ketersedian pekerja di dalam negeri yang juga besar membuka sejumlah celah kejahatan yang sangat merugikan TKW. Salah satunya human trafficking atau perdagangan manusia. Keempat, persepsi sosial masyarakat. Ketiga faktor sebelumnya pada akhirnya memengaruhi persepsi masyarakat tentang tenaga kerja Indonesia (TKI). Bekerja di luar negeri kemudian identik dengan TKW, dan secara lebih spesifik identik dengan PRT. Akibatnya, perempuan sering dikondisikan dan diprioritaskan untuk menjadi tulang punggung perekonomian keluarga dengan bekerja ke luar negeri sebagai PRT. Seiring dengan pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri ini,  bermunculan sejumlah daerah pengirim TKW seperti Subang (Jawa Barat), Wonosobo (Jawa Tengah), dan Blitar (Jawa Timur). Dalam tataran global, Indonesia kemudian juga dikenal sebagai pengirim PRT yang utama. Pentingnya Pendidikan, Keadaan ekonomi yang sulit, lapangan kerja yang sempit dan tidak adanya akses terhadap permodalan, memaksa banyak perempuan Indonesia mengadu nasib sebagai TKW. Salah satu upaya paling efektif untuk memutus mata rantai keadaan ini bisa dimulai dengan memberi akses pendidikan yang seluas-luasnya bagi perempuan Indonesia.
Pendidikan di sini termasuk pembekalan keterampilan dan keahlian yang memungkinkan mereka mengembangkan segenap potensi yang dimiliki. Langkah selanjutnya adalah memberi akses modal lebih besar bagi perempuan agar mereka lebih berdaya dalam mengentaskan diri dan keluarganya dari kemiskinan tanpa harus bekerja ke luar negeri.  Jika pada akhirnya keadaan tetap memaksa mereka bekerja sebagai TKW, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah memberikan perlindungan lebih optimal bagi TKI/TKW dan keluarganya sejalan dengan tujuan ratifikasi Konvensi Buruh Migran Tahun 1990 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Keluar-ganya yang baru diputuskan DPR 12 April lalu.
Kesehatan ibu merupakan indikator derajat kesehatan keluarga. Untuk menekan jumlah angka kematian ibu, pemerintah kini tengah berupaya meningkatkan kesehatan para ibu. Termasuk mendorong para pengusaha  menyediakan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil serta penyediaan tempat menyusui bagi ibu setelah cuti melahirkan berakhir.  Hal ini sesuai dengan Undang undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang mengamanatkan pelaksanaan kesehatan reproduksi. Ruang lingkupnya mencakup perlindungan terhadap wanita sebelum hamil, saat melahirkan dan sesudah melahirkan, pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, kesehatan seksual serta kesehatan sistem reproduksi. Tak hanya itu, Undang-undang tersebut juga mengamanatkan tentang kesehatan kerja yang didalamnya menyebutkan kewajiban pengusaha memberikan jaminan kesehatan dan menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan bagi pekerja termasuk kesehatan ibu. “Pada kesempatan ini saya mengimbau agar para pengusaha dapat segera memenuhi kewajiban tersebut sesuai amanat undang-undang,” kata almarhum Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih pada "Seminar Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja Dalam Mendukung Pencapaian Tujuan MDG's 2015" di Bidakara, Jakarta, Selasa 1 Maret 2011 silam. Jumlah pekerja wanita di Indonesia saat ini sekitar 39,95 juta jiwa, baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Dari jumlah ini, sekitar 25 juta diantaranya usia reproduksi (15-45 tahun). Almarhum Menkes mengatakan, kelompok usia ini perlu mendapat perhatian khusus dari jajaran lintas sektor pemerintah dan kalangan dunia usaha. Sebab, kaum wanita sesuai kodratnya memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi disamping pelayanan kesehatan umum. Ia juga berharap, dalam implementasi kesehatan reproduksi di tempat kerja, para pengusaha dapat melaksanakan upaya-upaya sebagai berikut:
1.      Menyediakan jaminan kesehatan bagi seluruh pekerja dengan manfaat menyeluruh termasuk pelayanan kesehatan reproduksi baik yang diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan perusahaan maupun bermitra dengan pihak ketiga.
2.      Memberikan kemudahan kepada pekerja wanita dengan memberikan waktu untuk mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi yang menjadi mitra perusahaan sesuai dengan kebutuhan pekerja dan memenuhi hak-hak pekerja wanita antara cuti bersalin. “Termasuk juga memberikan waktu bagi wanita hamil dan menyusui untuk istirahat lebih awal dan pulang lebih dulu agar bisa mendapatkan transportasi yang mudah dijangkau saat pulang serta mendapatkan tempat duduk serta terhindar dari macet,” terang menkes.
3.      Menyediakan tempat untuk menyusui bayinya berupa ruang ASI di tempat kerja, sehingga hak bayi untuk mendapatkan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dapat diwujudkan. “Bisa juga dengan menyediakan tempat memerah ASI termasuk fasilitas penyimpanannya di kantor,” katanya, Saat ini menurut Menkes, baru ada 20 perusahaan besar dari 200 ribuan perusahaan di Indonesia yang menyediakan fasilitas memadai untuk para pekerja wanita termasuk pojok ASI.
Untuk itu, Kementrian Kesehatan bekerjasama dengan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sedang gencar melakukan upaya terobosan pelaksanaan kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan ibu di tempat kerja. “Ini juga sebagai salah satu upaya dari kita untuk menekan angka kematian ibu. Saya menganjurkan agar setiap pengusaha ikut bermitra dengan Jamsostek, dan saya akan upayakan agar paket benefit dari pelayanan kesehatannya sama dengan askes dan juga jamkesmas, dan tentunya penyediaan layanan tersebut juga diupayakan dapat meningkatkan jaminan kesehatan kerja bagi wanita.








BAB II
PEMBAHASAN

Permasalahan Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja.
Menurut ILO (International Labour Organization) berikut ini merupakan beberapa gangguan kesehatan wanita yang sering ditemui di tempat kerja seperti kanker 34%, kecelakaan 25%, penyakit saluran pernapasan 21%, penyakit kardiovasculer 15%, dan lain-lain 5%. Dan berikut ini merupakan gangguan reproduksi yang dapat ditimbulkan akibat kegiatan kerja :
  • Abortus.
    Jenis pekerjaan berat seperti mengangkat beban, mengoperasikan mesin besar, kerja berat, serta paparan cytotoxic drug (pencampuran obat kanker).
  • Premature.
    Jenis pekerjaan yang memiliki paparan ionizing radiation secara terus menerus dapat menyebabkan prematuritas pada kelahiran bayi.
  • Lahir cacat.
    Paparan menthyl mercuri, ionizing radiation juga merupakan salah satu penyebab utama kemungkinan lahir cacat pada bayi.
  • Kemandulan(infertilitas).
    Kemungkinan akan terjadinya kemandulan akan lebih besar pada wanita yang bekerja dengan terpapar bahan-bahan yang mengandung timah hitam, cadmium, chlodecone, dibromochlopropane.
Dan berikut ini merupakan kebiasaan yang mendukung terjadinya permasalah reproduksi wanita dalam kerja :
  • Jarang ganti celana dalam karena sibuk dalam pekerjaannya.
  • Seringnya menghirup unsur polutan udara (terutama timbale yang dapat menurunkan fertilitas) serta bahan-bahan berbahaya lainnya.       
Tiga langkah mudah untuk mengatasi permasalahan yang ada pada wanita karier dan sebagai ibu rumah tangga :
  • Menjaga kebersihan badan (personal hygine) 
  • Menghindari pakaian yang ketat (supaya tidak menimbulkan kelembaban pada daerah vagina)
  • Selalu berhati-hati dalam menjaga keselamatan diri (di kendaraan, di tempat kerja, dan di lingkungan sekitar) 
Alur keterpaparan zat-zat berbahaya untuk dapat memasuki tubuh kita :
  • Melalui hirupan nafas (inhalation)
  • Kontak dengan kulit (absorbsion) atau
  • Tertelan sehingga zat-zat tersebut masuk dengan mudah di tubuh kita terutama pada orang merokok 


Factor-faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi :
  • Factor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, dan lokasi tempat tinggal yang terpencil) 
  • Factor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki) 
  • Factor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal) 
  • Factor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi)
Bahaya yang mungkin terjadi bagi system reproduksi di tempat kerja :
  • Bahaya kimia, seperti pelarut organik (benzena), debu dan asap logam (timbal, air raksa, mangan, dan kadmium), dan beberapa jenis pestisida yang mengkontaminasi tubuh secara terus menerus.
  • Bahaya fisik, seperti panas yang berlebih, kebisingan, stress, radiasi, mengangkat barang-barang berat, dan berdiri sepanjang hari juga menjadi beberapa penyebab yang sering ditemukan terjadi pada pekerja wanita.
Pengaruh pada kesehatan reproduksi akibat bahaya yang timbul dalam kegiatan kerja.
Akibat dari bahaya ini bergantung dari banyak hal, termasuk berapa lama kondisi berbahaya anda hadapi, berapa banyak bahaya yang dihadapi, dan bagaimana cara anda terkena bahaya tersebut. Daftar dari bahaya terhadap sistem reproduksi terdapat pada referensi. Bahaya yang ada dapat mempengaruhi semua tahap reproduksi.
Beberapa bahaya tempat kerja dapat menghalangi terjadinya pembuahan dengan cara :
  • Mempengaruhi minat seks, pada pria dan wanita.
Bekerja dengan beberapa jenis kimia atau pada kondisi stress dapat mempengaruhi hormon dan sistem syaraf, atau menyebabkan kanker pada organ reproduksi yang dapat menyebabkan impotensi, atau hilangnya minat untuk berhubungan seks. Beberapa bahaya, seperti shift kerja yang berputar atau pelarut organik dapat menyebabkan masalah menstruasi, yang dapat menghalangi proses pembuahan.
  • Kerusakan pada sel telur atau sperma.
Pekerja pria dan wanita dapat menjadi mandul atau berkurang kesuburannya karena radiasi atau pengaruh beberapa jenis zat kimia. Kerusakan pada sperma dapat menyebabkannya abnormal. Juga dapat mengurangi jumlah sperma yang diproduksi tubuh ke tingkat dibawah jumlah minimum yang dibutuhkan untuk memungkinkan pembuahan.
  • Perubahan pada kode genetik pada sel telur dan sperma, atau yang disebut mutasi. Mutasi pada materi genetik yang diwariskan ke generasi selanjutnya. Materi genetik menentukan karateristik yang dibawa dari orang tua. Tergantung dari jenis kerusakan yang timbul, mutasi genetik dapat menyebabkan cacat ketika lahir, kematian bayi pada kelahiran, atau keguguran. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan perubahan pada materi genetik disebut mutagen.

  • Kanker dan penyakit lain.
Beberapa bahan mutagen juga diketahui dapat menyebabkan kanker pada manusia. Bahan yang menyebabkan kanker ini disebut karsinogen. Organ reproduksi, seperti ovarium, payudara, vagina dan rahim pada wanita, dan penis dan zakar pada pria dapat menjadi sakit atau berfungsi abnormal karena terkena bahan-bahan berbahaya.
Bahaya Selama Kehamilan.
Setelah seorang wanita menjadi hamil, beberapa bahan berbahaya dapat tembus melalui sang ibu dan mempengaruhi janin. Janin biasanya mempunyai resiko tinggi selama 14 hingga 60 hari pertama dari kehamilan, karena saat itu organ-organ utama sang bayi sedang terbentuk. Namun, tergantung dari jenis bahaya yang dihadapi, janin dapat terpengaruh kapan saja selama kehamilan. Bahan yang dapat mempengaruhi perkembangan normal dari janin disebut teratogen.
Beberapa macam zat kimia, penyakit, dan jenis bahaya lainnya yang diketahui dapat menyebabkan cacat pada kelahiran. Cacat ini termasuk berbagai macam ketidaknormalan fisik, seperti berubahnya bentuk tulang atau organ, dan cacat mental.
Pada beberapa kasus, faktor penyebab stress, seperti pekerjaan yang berulang-ulang, kurangnya waktu istirahat, dan tuntutan kerja yang tidak berkurang bagi pekerja yang hamil, dapat menyebabkan kelahiran prematur.


Bahaya Setelah kelahiran
Pekerjaan yang beresiko juga dapat membahayakan bayi setelah kelahirannya. Susu ibu dapat terpengaruh oleh beberapa macam zat kimia dan terkontaminasi. Bayi dapat terkena zat kimia berbahaya melalui baju, rambut atau kulit orang tuanya.
Bagaimana Bahaya Terhadap Sistem Reproduksi Mempengaruhi Kemampuan untuk Memperoleh Keturunan yang Normal dan Sehat Sebelum Pembuahan.
Bahaya terhadap sistem reproduksi dapat menyebabkan impotensi dan hilangnya minat sex.
Pada wanita :
  • Ganguan menstruasi.
  • Kerusakan pada rahim.
  • Keguguran.

Pada pria dan wanita :
  • Impotensi atau hilangnya minat sex.
  • Menurunnya kemampuan untuk memproduksi sel telur dan sperma yang sehat.
  • Kerusakan genetik pada sel telur dan sperma yang diwariskan kepada sang anak sehingga menyebabkan bayi lahir dengan cacat.
  • Pengaruh pada kemampuan sperma untuk membuahi sel telur.


Selama Kehamilan.
Beberapa jenis virus, bahan kimia dan obat dapat diteruskan ke plasenta dan merusak janin. Mengangkat barang-barang berat dapat menyebabkan keguguran. Masalah yang dapat terjadi diantaranya :
  • Keguguran.
  • Kanker atau penyakit lain pada anak.
  • Cacat ketika lahir.
  • Bayi lahir dengan berat yang rendah.

Setelah Kehamilan.
Bayi yang sedang menyusui dapat terpengaruh oleh susu yang terkontaminasi. Bayi dapat terpengrauh oleh bahan kimia yang dibawa pulang oleh orang tuanya melalui pakaian kerja, baju, atau kulit. Masalah yang dapat terjadi diantaranya :
  • Penyakit karena pengaruh bahan kimia.
  • Masalah dengan perkembangan anak.



Upaya pencegahan atau pengendalian
  • Pekerja agar mengetahui nama dan bahaya-bahaya bahan kimia yang ada dan dipakai di tempat kerja.
  • Jika anda hamil : Pikirkan tugas-tugas yang anda lakukan yang mungkin beresiko, khususnya pada tiga bulan terakhir dari kehamilan anda. Cari jalan untuk menghindari :
o   Kerja fisik yang menegangkan.
o   Pekerjaan yang beresiko jatuh.
o   Mengangkat barang berat.
o   Kebisingan yang tinggi.
o   Waktu kerja yang panjang.
o   Berdiri atau duduk terlalu lama.







BAB III
PENUTUP

a.      Kesimpulan
Menurut ILO (International Labour Organization) berikut ini merupakan beberapa gangguan kesehatan wanita yang sering ditemui di tempat kerja seperti kanker 34%, kecelakaan 25%, penyakit saluran pernapasan 21%, penyakit kardiovasculer 15%, dan lain-lain 5%. Dan berikut ini merupakan kebiasaan yang mendukung terjadinya permasalah reproduksi wanita dalam kerja :
  • Jarang ganti celana dalam karena sibuk dalam pekerjaannya.
  • Seringnya menghirup unsur polutan udara (terutama timbale yang dapat menurunkan fertilitas) serta bahan-bahan berbahaya lainnya.                   
b.      Saran.
Penyusun menyarankan kepada seluruh wanita agar selalu peduli dan tanggap terhadap kesehatan di lingkungan kerja, serta menambah pengetahuannya mengenai kesehatan reproduksi khususnya mengenai apa yang menjadi bahaya di lingkungan kerjanya, dan cara mengatasi bahaya yang dihadapi, agar seluruh wanita dapat memiliki derajat kesehatan yang lebih optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar